PERAN BIOMEDIS BIFLAVONOID
Sifat-sifat
biflavonoid memerlukan evaluasi nilai medis dan nutrisinya (Harborne dan
Williams, 2000). Penggunaan Selaginella dalam pengobatan tradisional
Cina memiliki sejarah panjang selama ratusan tahun, meskipun pemanfaatannya
relatif terbatas pada beberapa spesies yaitu: S. tamariscina, S.
tamariscina var. pulvinata, S. doederleinii, S. moellendorffii, S.
uncinata dan S. involvens (Chang dkk., 2000; Lin dkk.,1991; Wang dan
Wang, 2001). Dari kajian pustaka diketahui terdapat sejumlah spesies Selaginella
dengan beragam kandungan biflavonoid dan dengan beragam khasiat medis
(Tabel 1). Kajian biokimia dan etno-farmakologi terhadap spesies Selaginella
dari Indonesia jarang dilakukan, meskipun beberapa spesies digunakan dalam
obat tradisional, misalnya S. plana. Peran medis biflavonoid yang
terpenting adalah sebagai antioksidan, anti-inflamasi, dan anti kanker.
Ketiganya pada dasarnya bekerja pada lingkungan yang sama dan saling berkaitan,
dimana antioksidan dapat mencegah kanker, sedangkan inflamasi merupakan respon
tubuh terhadap kanker.
Antioksidan
Oksidasi merupakan kejadian alamiah dalam proses
metabolisme tubuh untuk menghasilkan energi, namun proses ini menghasilkan
sampah radikal bebas yang dapat menyebabkan berbagai penyakit (Halliwell dan
Gutteridge, 1984). Secara alamiah semua organisme memiliki meka-nisme untuk
mengatasi radikal bebas, misalnya dengan enzim superoksida dismutase (SOD) dan
katalase, atau dengan senyawa asam askorbat, tokoferol, dan glutation (Mau
dkk., 2002). Namun mekanisme pertahanan diri oleh antioksidan ini dapat melemah
akibat penuaan atau penyakit, sehingga sangat diperlukan asupan antioksidan
dari luar melalui makanan (Turkoglu dkk., 2006).
Cekaman
oksidatif diinduksi oleh reactive oxygen species (ROS), yaitu berbagai
radikal bebas seperti anion superoksida (O-2), radikal perhidroksi (HOO-) dan radikal
hidroksil (HO*). Radikal-radikal ini terbentuk akibat reduksi elektron molekul
oksigen. ROS dapat menyebabkan peroksidasi pada membran lipid, sehingga
menyebabkan kerusakan fosfolipid dan lipoprotein (Pryor, 1973). Keikutsertaan antioksidan
dalam metabolisme aerob dapat mengimbangi kerusakan oksidatif ini. Pada
dasarnya, makhluk hidup memiliki pertahanan diri terhadap cekaman oksidatif
(Sato dkk., 1996), namun asupan antioksidan dari tumbuhan dapat meningkatkan
daya tahan tubuh (Stajner dkk., 1998; Sanchez-Moreno dkk., 1999; Malencic dkk.,
2000), Cekaman oksidatif dapat memicu timbulnya penuaan dini dan penyakit
degeneratif seperti kanker, rematik, aterosklerosis, sirosis, dan lain-lain
(Freeman dan Crapo, 1982; Halliwell dan Gutteridge, 1984; Maxwell dan Lip,
1997).
Tumbuhan
menghasilkan berbagai senyawa antioksidan untuk menangkal radikal bebas, di
antaranya biflavonoid, β-karoten, vitamin C dan E (Gaspar dkk., 1994). Para
peneliti menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan biflavonoid lebih baik dari
pada vitamin C, E, dan β-karoten (Canada dkk., 1990; Myara dkk., 1993).
Pemberian antioksidan dapat menurunkan tingkat cekaman oksidatif dan mencegah
terjadinya komplikasi berbagai penyakit (Rose dkk., 1982). Ekstrak air Selaginella
bryopteris (L.) Bak. dapat meningkatkan pelindung terhadap cekaman
oksidatif. Perlakuan kultur sel mamalia dengan 1-2,5% ekstrak air dapat
melindungi kultur sel dari hidrogen peroksida (Sah dkk., 2005). Aktivitas
antioksidan Selaginella labordei Hieron ditunjukkan dari kemampuannya
untuk meng-hambat enzim xantin oksidase dan lipoksigenase, serta memakan
radikal bebas (Chen dkk., 2005b). Ekstrak S. involvens mampu menghambat
produksi nitrat oksida (NO) dan ekspresi iNOS/IL-1β (Joo dkk., 2007). Ekstrak
air dari S. involvens, S. delicatula dan S. wightii bersifat
antioksidan, meskipun yang berpengaruh secara signifikan terhadap lipid
peroksidase hanya S. involvens (EC50 = 2 μg/mL). Hal ini mendukung
pandangan tradisional yang menganggap tumbuhan ini dapat memperpanjang usia.
Ekstrak ini secara umum tidak beracun, namun pada kadar tinggi dapat menurunkan
kadar kolesterol darah (Gayathri dkk., 2005).
Amentoflavon
yang diisolasi dari S. tamariscina menghambat produksi NO pada makrofage
melalui inaktivasi nuclear factor-κB (NF-κB). Sumaflavon juga mampu menghambat
produksi NO, namun dengan mengeblok lipopolisakarida yang menginduksi ekspresi
gen iNOS, sedangkan robustaflavon tidak dapat menghambat produksi NO (Yang
dkk., 2006). Ginkgetin dilaporkan juga berkhasiat sebagai antioksidan (Sah
dkk., 2005), namun laporan lain menyatakan senyawa ini dapat mengalami oksidasi
spontan sehingga meningkatkan kadar hidrogen peroksida (Su dkk., 2000). Di sisi
lain, ginkgetin dapat menggantikan caffein dalam bahan makanan dan obat tanpa
menimbulkan kecanduan (Zhou, 2002).
Anti-inflamasi
Inflamasi
merupakan pembengkakan akibat respon tubuh terhadap luka, kebakaran, infeksi
mikrobia, dan lain-lain. Proses ini menyebabkan perubahan aliran darah,
peningkatan tekanan darah, dan kerusakan jaringan, SETYAWAN dan DARUSMAN – Biflavonoid pada Selaginella
73
karena terbentuknya ROS dan berbagai
mediator inflamasi lokal seperti prostaglandin, leukotriena, fosfolipase A-2
(PLA-2), siklooksigenase-2 (COX-2), dan lipoksigenase (Wiart, 2007). PLA-2 dan
COX-2 merupakan penyebab utama inflamasi (Berghofer dan Holzl, 1989; Ariyasena
dkk., 2004; Chen dkk., 2006; Lim dkk., 2006; Son dkk., 2006). Amentoflavon,
taiwaniaflavon, dan ginkgetin dari S. tamariscina mampu menghambat
inflamasi dengan mempengaruhi induksi iNOS dan COX-2 pada makrofage RAW 264.7
yang distimulasi dengan lipopolisakarida. Ketiganya menghambat transaktivasi
gen iNOS dan COX-2 dengan mengeblok translokasi sub unit p65 dari NF-κB.
Aktivasi NF-κB dipengaruhi oleh fosforilasi dan degradasi I-κBα yang juga
dihambat oleh ketiganya (Grijalva dkk., 2004; Woo dkk., 2005; Pokharel dkk.,
2006). Amentoflavon yang diisolasi dari S. tamariscina dapat menghambat
aktivitas fosfolipase Cγ1 dengan IC50 = 29 uM, tetapi tidak menghambat
aktivitas protein kinase (Lee dkk., 1996). Amentoflavon merupakan senyawa
anti-inflamasi dengan menghambat aktivitas PLA-2 dan COX-2 (Kim dkk., 1988).
Penelitian lain menunjukkan bahwa senyawa 2',8''-biapigenin dapat menghambat
transaktivasi gen iNOS dan COX-2 melalui inaktivasi NF-κB dengan mencegah
translokasi inti p65 (Woo dkk., 2006). Amentoflavon, gingetin,
2',8''-biapigenin, dan taiwaniaflavon dapat dikembangkan untuk terapi
anti-inflamasi. Hal ini sejalan dengan resep tradisional Cina yang menggunakan
ekstrak S. tamariscina untuk mengatasi inflamasi (Grijalva dkk., 2004;
Woo dkk., 2005, 2006; Pokharel dkk., 2006).
Anti
kanker
Penyakit kanker merupakan akibat terganggunya
homeostasis metabolisme tubuh, hal ini terkait erat dengan fungsi antioksidan
dan anti-inflamasi. Produksi berlebihan NO dan prostaglandin, akibat aktivitas
iNOS dan COX-2, mendorong terjadinya penyakit kanker (Catero dkk., 2006).
Senyawa biflavonoid yang berguna untuk mengatasi kedua masalah tersebut,
semestinya berguna pula untuk mengatasi kanker, namun ternyata tidak semua
biflavonoid yang berperan sebagai antioksidan dan anti-inflamasi bermanfaat
pula sebagai anti kanker. Biflavonoid yang paling kuat menghambat kanker adalah
ginkgetin, sedangkan senyawa lainnya memberikan hasil bervariasi, tergantung
jenis sel kankernya. Aktivitas sitotoksik yang menunjukkan kemampuan dalam
menghambat pertumbuhan sel kanker menjadi landasan pengembangan obat anti
kanker (Kim dkk., 2002).
Agen anti kanker dapat diperoleh dari bahan alam dan
turunan-turunannya (Rocha dkk., 2001). Tumbuhan merupakan sumber utama obat
anti kanker (Newman dkk., 2000; Cragg dan Newman, 2005). Beberapa ekstrak kasar
dan senyawa murni biflavonoid dari Selaginella memiliki efek anti
kanker. Ginkgetin yang diekstrak dengan etanol dari S. moellendorffii mampu
menghambat pertumbuhan sel kanker ovarian adenocarcinoma (OVCAR-3) (IC50
= 1,8 μg/mL). Biflavonoid lain dari tumbuhan yang sama, seperti amentoflavon,
amentoflavon 7,4',7",4"'-tetrametil eter, kayaflavon, dan
podocarpusflavon A, tidak memiliki bioaktivitas tersebut (Sun dkk., 1997).
Pengujian lebih lanjut menunjukkan bahwa efek sitotoksik ginkgetin dapat
menyebabkan kematian sel-sel kanker OVCAR-3, cervical carcinoma (HeLa)
dan foreskin fibroblast (FS-5) secara berturut-turut dengan EC50 = 3,0, 5,2,
dan 8,3 μg/mL. Pemberian ginkgetin sebanyak 3 μg/mL selama 24 jam menyebabkan
terjadinya fragmentasi dan terlepasnya ikatan jalin ganda DNA. Namun pemberian
ginkgetin sebanyak 5 μg/mL selama 30 menit menyebabkan peningkatan hidrogen
peroksida karena oksidasi spontan ginkgetin, hal ini dapat dihambat dengan
senyawa antioksidan seperti vitamin C, vitamin E dan katalase (Su dkk., 2000).
Pemberian
amentoflavon pada sel kanker melanoma B16F-10, secara signifikan mereduksi
pembentukan nodus tumor sejalan dengan tereduksinya tingkat kolagen paru-paru,
asam sialat, dan γ-glutamil transpeptidase. Pemberian amentoflavon meningkatkan
penghambat ekspresi matriks metalloprotease-1 dan -2 (MMP-1 dan -2),
mempengaruhi sitokin, menghambat aktivasi dan translokasi sub unit p65, p50,
c-Rel dari NF-κB, dan faktor transkripsi lainnya seperti c-fos, factor-2, dan
adenosina monofosfatase siklis (Guru-vayoorappan dan Kuttan, 2007). Terbukti,
amentoflavon yang tidak mampu menghambat pertumbuhan sel OVCAR-3 (Sun dkk.,
1997), ternyata mampu menghambat pertumbuhan sel melanoma B16F-10, aktivitas
sitokrom P450 (Moltke dkk., 2004), DNA topoisomerase I dan II, serta
menginduksi kerusakan DNA dan kromosom, sehingga berpotensi sebagai kandidat
anti kanker (Catero dkk., 2006).
Biflavonoid
dari ekstrak S. delicatula, yaitu robustaflavon 4'-metil eter dan
2",3"-dihidrorobustaflavon 7,4',-dimetil eter secara signifikan dapat
menghambat pertumbuhan sel tumor Raji dan Calu-1 (Lin dkk., 2000). Ekstraksi
bagian aerial S. delicatula yaitu: robustaflavon 4',4'''-dimetil eter
dan 2,3-dihidroamentoflavon 7,4'-dimetil eter menunjukkan aktivitas sitotoksik
(EC50 < 4 μg/mL) terhadap sel kanker P-388 dan HT-29 (Chen dkk., 2005b).
Ekstrak etanol S. doederleinii yang bertipe amentoflavon dan heveaflavon
bersifat sitotoksik terhadap sel kanker murine L 929 (Lin dkk., 1994). Ekstrak
air S. doederleinii memiliki aktivitas anti mutagenik sedang terhadap
sel kanker (Lee dan Lin, 1988). Hal ini mendukung kegunaan S. doederleinii sebagai
anti kanker dalam pengobatan Cina.
Pemberian
ekstrak S. tamariscina dapat menurunkan ekspresi MMP-2 dan -9,
menurunkan ekspresi aktivator urokinase plasminogen, serta menghambat
pertumbuhan sel metastatik A549 dan Lewis lung carcinoma (LLC) (Yang
dkk., 2007). Ekstrak metanol S. tamariscina dapat menghambat proliferasi
sel mesangial yang diaktivasi oleh IL-1α dan IL-6 (IC50 = 56,0 ± 2,0 μg/mL),
namun tidak terjadi sitotoksisitas. Mekanisme penghambatannya kemungkinan
terkait dengan perusakan ekspresi gen dan produksi sitokin pada sel mesangial
(Kuo dkk., 1998). Ekstrak S. tamariscina dengan pelarut organik secara
signifikan menunjukkan efek anti kanker pada kultur sel leukemia HL-60, dan
tidak mempengaruhi sel limfosit normal. Sedangkan ekstrak air dapat
meningkatkan ekspresi gen penekan tumor p53 dan menahan induksi G1 pada siklus
sel. Pemberian S. tamariscina sebanyak 1% dari makanan harian dapat
mereduksi secara signifikan (P < 0,05) proliferasi sel inti antigen dari
epitelium lambung (Lee dkk., 1999). Ekstrak S. tamariscina dapat
menyebabkan fragmentasi DNA dan penggumpalan inti, semuanya ini merupakan sifat
apoptosis, namun sitotoksisitas terhadap sel kanker leukemia HL-60 tertekan
oleh ROS, termasuk SOD dan katalase. (Ahn dkk., 2006). Fraksi kloroform, etil
asetat dan butanol dari ekstrak air S. tamariscina dapat merusak sel
kanker leukemia U937, dan tidak berpengaruh pada limfosit normal. Ketiga fraksi
tersebut kemungkinan secara genotoksik khusus menyerang sel kanker yang sedang
aktif membelah. Fraksi air dari ekstrak air S. tamariscina dapat
menginduksi ekspresi gen supresor tumor p53, sedangkan fraksi lain tidak.
Fraksi air dapat mematikan sel leukimia U937, sedang fraksi lainnya hanya
menghambat pertumbuhan sel
biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0901/D090115.pdf
Aktivitas sitotoksik yang menunjukkan kemampuan dalam menghambat pertumbuhan sel kanker menjadi landasan pengembangan obat anti kanker
BalasHapusyang saya bingung bagaimana kemampuan sitoksik tersebut dalam menghambat pertumbuhan sel kanker..
Para ahli menemukan senyawa aktif ‘Acetogenins’ di dalam daun sirsak, yang dapat membantu kesembuhan pasien yang menderita kanker. Selain itu Konima juga mensintesis senyawa ‘Murisolin’ dalam daun sirsak yang mempunyai sifat sitotoksik pada sel tumor manusia dengan kemampuan 105 sampai dengan 106 kali adriamycin (obat kemoterap).
BalasHapusMenurut dr Zainal Gani, dokterr dan herbalis di Malang, Jawa Timur kandungan asetogenis dalam sirsak berperan melawan sel kanker. “Daun sirsak mengendalikan kerja mitokondria yang berlebihan mensintesis protein. Protein sumber energi kanker untuk tumbuh dan berkembang”, ujar Zainal.
Awalnya, daun sirsak diekstrak dengan methanol menjadi 300ml selama 72 jam. Percobaan secara in vitro itu menunjukkan ekstrak daun sirsak mengandung antioksidan pada IC50 bernilai 221,52 ± 16,12 µg/ml. Antioksidan itu yang melawan sel kanker.
Uji sitoksik menunjukkan ekstrak daun sirsak memiliki IC50 kurang dari 1.000 ppm. Pada sel line kanker laring nilainya 54,94 ± 1,44% dan sel kanker paru-paru 24,94 ± 0,74%. Artinya, daun sirsak berpotensi sebagai antitumor.
Peneliti Indonesia, Profesor Soelaksono Sastrodihardjo PhD dari Sekolah dan Ilmu Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung juga telah membuktikan khasiat daun sirsak itu dalam risetnya. Ia bersama Jerry McLaughlin dari Purdue University, Amerika Serikat telah membuktikan ’Acetogenins’ menghambat ATP (adenosina trifosfat). ATP adalah sumber energi di dalam tubuh, dan sel kanker membutuhkan banyak ATP. Acetogenins masuk dan menempel di reseptor dinding sel dan merusak ATP di dinding mitokondria. Dampaknya adalah produksi energi di dalam sel kanker atau tumor pun berhenti dan akhirnya sel kanker mati.
Dan yang lebih mengagumkan adalah Acetogenins sangat selektif, hanya menyerang sel kanker yang memiliki kelebihan ATP. Senyawa itu tidak menyerang sel-sel lain yang normal di dalam tubuh.
Daun sirsak ini sifatnya seperti kemoterapi, bahkan lebih hebat lagi karena daun sirsak hanya membunuh sel sel yang tumbuh abnormal dan membiarkan sel sel yang tumbuh normal. Sedangkan kemoterapi masih ada efek membunuh sebagian sel sel yang normal.
http://sulistyaningrumfitri.blogspot.com/2012/05/pembuatan-kapsul-dari-ekstrak-daun.html
Dari artikel yang say baca, http://sulistyaningrumfitri.blogspot.com/2012/05/pembuatan-kapsul-dari-ekstrak-daun.html
BalasHapusDaun sirsak kini semakin populer dan makin banyak dicari orang, karena para ahli menemukan senyawa aktif ‘Acetogenins’ di dalam daun sirsak, yang dapat membantu kesembuhan pasien yang menderita kanker.
Peneliti di sekolah farmasi Osaka University Jepang, Naoto Kojima dalam penelitiannya menemukan dan berhasil mensintesis senyawa itu yang bersifat anti tumor.
Selain itu Konima juga mensintesis senyawa ‘Murisolin’ dalam daun sirsak yang mempunyai sifat sitotoksik pada sel tumor manusia dengan kemampuan 105 sampai dengan 106 kali adriamycin (obat kemoterap). Sirsak yang memiliki sifat sitotoksi mengandung antioksidan.
Profesor Soelaksono Sastrodihardjo PhD bersama Jerry McLaughlin dari Purdue University, Amerika Serikat telah membuktikan ’Acetogenins’ menghambat ATP (adenosina trifosfat). ATP adalah sumber energi di dalam tubuh, dan sel kanker membutuhkan banyak ATP.
Acetogenins masuk dan menempel di reseptor dinding sel dan merusak ATP di dinding mitokondria. Dampaknya adalah produksi energi di dalam sel kanker atau tumor pun berhenti dan akhirnya sel kanker mati.
Dan yang lebih mengagumkan adalah Acetogenins sangat selektif, hanya menyerang sel kanker yang memiliki kelebihan ATP. Senyawa itu tidak menyerang sel-sel lain yang normal di dalam tubuh.
Daun sirsak ini sifatnya seperti kemoterapi, bahkan lebih hebat lagi karena daun sirsak hanya membunuh sel sel yang tumbuh abnormal dan membiarkan sel sel yang tumbuh normal. Sedangkan kemoterapi masih ada efek membunuh sebagian sel sel yang normal.
Daun sirsak bersifat asam. Jika diberikan kepada pasien kanker yang kondisi tubuhnya sedang lemah, dikhawatirkan dapat merusak dan memperparah kondisi lambung karena keasamannya meningkat.
Bagus jika dipadukan dengan herbal yang dapat melindungi dinding lambung dari keasaman tinggi. Dalam hal ini Sarang Semut berperan besar dalam melindungi lambung dari keasaman daun Sirsak.
Sel kanker membelah sangat cepat yakni setiap 2-5 jam, sedangkan sel normal 7-14 hari. Pembelahan cepat memerlukan energi besar dari ATP. Jika pasokan energi berkurang akibat ATP terhambat, maka aktivitas sel kanker melamban dan terjadi apoptosis alias program bunuh diri sel. Actogenins dalam daun sirsak mengendalikan mitokondria yang overacting. Bila mitokondria normal, maka pertumbuhan sel kanker dapat terkendali.
Uji anti kanker dapat dilakukan dengan mengevaluasi efek sitotoksiknya secara in vitro pada kultur sel (Thompson, 1995). Ada 50 jenis cell line yang sudah digunakan untuk uji sitotoksik (Hoffman,1999 ; Mans et al,2000). Cell line yang sering digunakan untuk uji sitotoksik diantaranya adalah sel Mieloma, sel HeLa dan sel limfosit. Melalui uji sitotoksik secara in vitro ini juga dapat diketahui batas keamanannya.jadi kemampuan sitotoksik harus di ukur dahulu melalui penelitian agar kita dapat mengetahui apakah tumbuhan tersebut aman dijadukan obat.
BalasHapusKanker adalah penyakit yang ditimbulkan karena pertumbuhan sel jaringan tubuh secara tidak normal. obat dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah dan kelenjar getah bening, sehingga dapat mematikan sel kanker yang tidak dapat dilakukan dengan metode pembedahan atau radiasi. Mekanisme kerja dari kemoterapi merupakan obat yang bekerja dengan cara membunuh sel kanker, atau dikenal juga dengan obat sitotoksik. Obat ini membunuh sel kanker yang tumbuh dengan cepat. Salah satu efek kemoterapi adalah kebotakan, jumlah sel darah putih dan darah merah dan trombosit yang rendah.
BalasHapushttp://sehatkufreemagazine.wordpress.com/2012/10/01/serba-serbi-kemoterapi/